Jumat, 18 Desember 2015

TUGAS JURNAL

LANDASAN – LANDASAN PENDIDIKAN

Pendahuluan
           Pendidikan adalah proses merubah seseorang menuju kematangan. Pendidikan menjadikan manusia bermakna bagi dirinya sendiri, lingkungan, masyarakat, bangsa, dan Negara.  Pendidikan di Indonesia harus bisa membawa  rasa keterkaitan antara peserta didik dan lingkungan di sekitarnya. Peserta didik diharapkan tidak hanya mengenal  lingkungannya ( alam, sosial, dan budaya ) akan tetapi juga mau dan mampu mengembangkannya. 
Guna mencapai tujuan ini maka penddidikan harus memilki landasan – landasan dalam proses kegiatannya. Manusia adalah mahluk ciptaan tuhan yang maha kuasa dan merupakan mahluk sosial budaya.  Oleh karena itu, pendidikan sekurang – kurangnya harus dilandasi oleh nilai agama, filsafat, moral, dan hukum.  Landasan – landasan inilah yang perlu diperhatikan oleh tenaga pendidik dan orang – orang yang berperan dalam pendidikan.
Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis selalu bertolak dari sejumlah landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Beberapa landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, landasan hukum, landasan moral, landasan sosialogi, landasan psikologis, landasan ilmiah dan  kultural. Landasan  agama merupakan landasan yang memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah.
1.             Landasan Agama
Berdasarkan kepercayaan kita masing-masing manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menjadi manusia yang biak. Allah memberikan kuasa pada manusia itu dengan memberikan kemampuan dan potensi sebagai anugerah Tuhan yang harus dikembangkan dalam hidupnya. Kemampuan atau potensi yang dimiliki manusia dibatasi oleh kesempatan dan usaha serta kreativitas manusia itu  proses pengembangannya. Manusia memiliki kebebasan untuk mengembangkan dan membutuhi kebutuhannya, akan tetapi bukan tanpa batas, karena manusia harus hidup berdampingan dan saling berhubungan dengan manusia lainnya.
Agama sebagai landasan pendidikan, bukan hanya berlaku pada pendidikan formal di lembaga pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan Perguruan Tinggi (PT), melainkan juga harus melandasi pendidikan dalam keluarga sebagai lembaga pendidikan informal, dan dalam masyarakat atau pendidikan nonformal. Ajaran dan nilai agama menjadi dasar atau landasan terhadap pelaksanaan proses kegiatan pendidikan yang mencakup tujuan, materi, metode, sistem, pengelolaan, dan pembangunan pendidikan. Dalam pendidikan harus diutamakan pemenuhan dan pengembangan kebutuhan material dan spiritual secara seimbang, tidak sesuai bila salah satu dikesampingkan dan satunya diutamakan. Kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani harus diperhatikan, karena itu pendidikan harus dapat mengembangkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan intelektual tinggi, spiritual tinggi, dan kecerdasan emosional tinggi. Dengan kombinasi yang baik dan seimbang anatara intelektual, spiritual dan kecerdasan emosional akan menghasilkan  peserta didik yang memilik moral yang beradab. Sehingga dengan menerpakan agama sebagai landasan filosofis dalam pendidikan maka tidak akan terjadi kejahatan, penyelewengan keributan sampai pembubuhan.
Kedudukan hidup dan kehidupan manusia dihadapan Tuhan Yang Maha Esa adalah sama, tidak membedakan ras, suku, golongan, tua maupun muda, kaya ataupun miskin. Nilai ini harus menjiwaai pelaksanaan proses kegiatan pendidikan, dimana peserta didik adalah sama dihadapan pendidikannya, dan mendapatkan hak dan kesempatan yang sama dalam pelayanan pendidikan bagi setiap warga Negara. 

2.             Landasan filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu di perlukan, apa yang seharusnya menjadi tujuannya, dan sebagainya. (filsafat, falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa yunani, philein berarti mencintai, dan sophos atau sophis berarti hikmah, arif, atau bijaksana. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal, menyeluruh, dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi mengenai kehidupan dan didunia. Konsepsi-konsepsi filosofis tentang kehidupan manusia dan dunianya pada umumnya bersumber dari dua faktor yaitu :
a.       religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan.
b.      ilmu pengetahuan yang mengandalkan penalaran. Filsafat berada diantara keduanya: kawasannya seluas dengan religi, namun lebih dekat dengan ilmu pengetahuan karena filsafat timbul dari keraguan dan karana mengandalkan akal manusia (redja mudyahardjo, et.al.,1992: 126-134)
Tinjauan filosofis tentang sesuatu, termasuk pendidikan, berarti berfikir bebas serta merentang  pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang sesuatu itu. Penggunaan istilah filsafat dapat dalam dua pendekatan, yakni :
a.       Filsafat sebagai kelanjutan dari berfikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh setiap orang serta sangat bermanfaat dalam memberi makna kepada ilmu pengetahuan itu.
b.      Filsafat sebagai kajian khusus yang formal, yang mencakup logika, epistemology (tentang benar dan salah), etika ( tentang baik dan buruk), estetika (tentang indah dan jelek),  metafisika (tentang hakikat yang “ada”, termasuk akal itu se3ndiri, serta social dan politik (filsafat pemerintahan). Disamping itu, berkembang pula cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian spesifik, seperti filsafat ilmu, filsafat hukum, filsafat pendidikan dan sebagainya (redja mudyahardjo, et. al., 127-128; filsafat ilmu, 1981: 9-10). Landasan filosofis terhadap pendidikan dikaji terutama melalui filsafat pendidikan, yang mengkaji masalah sekitar pendidikan dengan sudut pandang filsafat.
Kajian-kajian yang dilakukan oleh berbagai cabang filsafat (logika, epistemologi, etika, dan estetika, metafisika, dan lain-lain) akan besar pengaruhnya terhadap pendidikan, karena prinsip-prinsip dan kebenaran-kebenaran hasil kajian  tersebut pada umumnya diterapkan dalam bidang pendidikan. Peranan filsafat dalam bidang pendidikan tersebut berkaitan dengan hasil kajian antara lain tentang:
a.         Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai makhluk di dunia ini, seperti yang disimpulkan sebagai zoon politicon, homo sapiens,animal educandum, dan sebagainya.
b.        Masyarakat dan kebudayaannya. Keterbatasan manusia sebagai makhluk hidup yang banyak menghadapi tantangan; dan
c.         Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat pendidikan. (wayan ardhana, 1986: modul 1/9). Hasil-hasil kajian filsafat tesebut, utamanya tentang konsepsi manusia dan dunia-Nya, sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan.
Berbagai pandangan filosofis tentang manusia dan aliran dunianya yang di kemukakan oleh berbagai aliran dalam filsafat ternyata sangat bervariasi, bahkan kadang-kadang bertentangan . secara historis terdapat dua aliran yang saling bertentangan yakni idealisme dan naturalism (positivisme), dengan segala variasinya masing-masing (abu hanifah, 1950). Di samping kedua aliran tersebut, telah berkembang pula beberapa aliran lain, sehingga tedapat aliran-aliran filsafat materi, filsafat cita, filsafat hidup, filsafat hakikat, filsafat eksistensi, dan filsafat ujud (beerling, 1951: 40) wayan ardhana, dan kawan-kawan (1986: modul 1/12-18) mengemukakan bahwa aliran-aliran filsafat itu bukan hanya mempengaruhi pendidikan, tetapi juga telah melahirkan aliran filsafat pendidikan, seperti idealism, realism, peranialisme, esensialisme, pragmatism dan progresivisme, dan eksistensialisme. 
Naturalism merupakan aliran filsafat yang menganggap segala kenyataan yang bias ditangkap oleh pancaindra sebagai kebenaran yang sebenarnya. Aliran ini bias pula diberi nama yang berbeda sesuai dengan variasi penekanan konsepsinya tentang manusia dan dunianya, seperti: realism, sebagai contoh, menekan pada  pengakuan adanya kenyataan hakiki yang objektif, diluar manusia. Kenyatan hakiki yang objektif itu ada secara praeksistensi yakni mendahului dan lebih utama dari keberadaan manusia beserta kesadarannya. Contoh lain, positivism mengemukakan bahwa kalau sesuatu itu memang ada, maka adanya itu pastilah dapat diamati dan atau diukur, seperti diketahui, positivisme sangat mengutamakan pengukuran dalam penelitian ilmiah. Aliran ini, dengan nama-nama yang bervariasi, menekankan bahwa nilai-nilai bersifat absolute dan abadi yang berdasarkan  hukum alam. Oleh karena itu, pendidikan tidak lain dari usaha untuk mengajarkan berbagai  disiplin pengetahuan terpilih sebagai pembimbing kehidupan yang terbaik, seperti sejarah, bahasa, ilmu pengetahuan alam, dan matematika.
Bertentangan dengan aliran diatas, idialisme menegaskan bahwa hakikat kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Apa yanga dianggap kebenaran realitas hanyalah bayangan atau refleksi dari ide sebagai kebenaran bersifat spiritual atau mental. Ide sebagai gagasan kejiwaan itulah sebagai kebenaran atau nilai sejati yang absolut dan abadi. Terdapat variasi pendapat beserta namanya masing-masing dalam aliran ini seperti spiritualisme, rasionalisme, neokantianisme, dan sebagainya. Variasi itu antara lain menekankan pada akal rasio pada rasionalisme, atau sebaliknya pada ilham untuk irasionalisme, dan lain-lain. Meskipun terjadi variasi pendapat tersebut, namun pada umumnya aliran ini menekankan bahwa pendidikan merupakan kegiatan intelektual untuk membangkitkan ide-ide yang masih laten, antara lain melalui intropeksi dan Tanya jawab. Oleh karena itu, sebagai lembaga pendidikan, sekolah berfungsi membantu siswa mencari dan menemukan kebenaran, keindahan, dan kehudupan yang luhur.
Paragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari segi nilai keguanan praktis; degan kata lain, pahami ini maenaytakan yang berfaedah itu harus benar, atau ukuran kebenaran didasarkan pada kemanfaatan dari sesuatu itu kepada manusia (abu hanifah, 1950: 136) john dewey (dari redja mudyahardjo, et. at., 1992: 144).
Selanjutnya perlu dikemukakan secara ringkas empat mazhab filsafat pendidikan yang besar pengaruhnya dalam pemikiran dan penyelenggaraan pendidikan. Keempat mazhab filsafat pendidikan itu (redja Mudyahardjo, et, al, 1992; 144-150; wayan ardhana, 1986: 14-18) adalah :
a.        Esensialisme.
Esensialisme merupakan mazhab filsafat pendidikan yang menerapkan prinsip idealism dan realisme secara eklekis. Berdasarkan eklektisisme tersebut maka esensialisme tersebut menitikberatkan penerapan prinsip idealisme atau realiseme  dengan tidak meleburkan prinsip-prinsipnya. Filsafat idelisme memberikan dasar tinjauan filosofis bagi mata pelajaran sejarah, sedangkan ilmu pengetahuan alam diajarkan berdasarkan tinjauan yang realistic. Matematika yang sanagat diutamakan idealisme, juga penting artinya bagi filsafat realism, karena matematika adalah alat menghitung penjumlahan dari apa-apa yang riil, dan nyata.
Dan untuk sekolah dasar (SD) kurikulumnya berintikan ketiga keterampilan dasar (basic skills) atau “the threer’s” yakni membaca (reading), menulis (writing) dan berhitung (arithmatic). Besarnya pengaruh esensialisme, umpama di USA, terlihat di kampus perguruan tinggi dengan gelar akademik serjana muda (bachelor of arts atau BA) dalam ilmu apapun juga haruskah dikeluarkan oleh “the college of liberal arts” yang berfungsi memberikan pelajaran yang pokok-pokok (essentials) sesuai perkembangan ilmu  pada peradaban modern. Pengembangan keterampilan intelek itu membebaskan akal (liberalizing) karena mengkaji hal-hal yang melampaui pengalaman pancaindra. Pendidikan yang dikembangkan pada zaman Belanda di Indonesia didasarkan atas mazhab perenialisme ialah pihak swasta.
b.        Perenialisme
Ada permasalahan antara perenialisme dan esensialisme, yakni keduanya membela kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pencarian yang pokok-pokok (subject centered). Perbedannya, ialah perenialisme menekankan keabadian teori kehikmatan, yaitu: pengetahuan yang benar (truth), keindahan (beauty), dan kecintaan kepada kebaikan (goodness). Oleh karena itu, dinamakan perenialisme karena kurikulumnya berisi materi yang konstan atau perennial. Prinsip pendidikan antara lain:
a.              Konsep pendidikan itu bersifat abadi , karena hakikat manusia tak pernah berubah.
b.             Inti pendidikan haruslah mengembangkan kekhususan makhluk manusia yang unik, yaitu   kemampuan berfikir.
c.              Tujuan belajar ialah mengenal kebenaran abadi dan universal.
d.             Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya.
e.              Kebenaran abadi itu diajarkan melalui pelajaran-pelajaran dasar (basic subjects)
c.         Pragmatism dan progresivisme
Manusia akan mengalami perkembangan apabila berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya berdasarkan pemikiran. Sekolah adalah salah satu lingkunagan khusus yang merupakan sambungan dari lingkungan social yang lebih umum. Sekolah merupakan lembaga masyarakat yang bertugas memilih dan menyederhanakan unsur kebudayaan yang dibutuhkan oleh induvidu, belajar harus dilakukan siswa secara aktif dengan cara memecahkan masalah. Guru harus bertindak sebagai pembimbing atau fasilitator bagi siswa.
Progresivisme atau gerakan pendidikan progresif mengembangkan teori pendidikan yang mendasarkan diri pada beberapa prinsip, antara lain sdebagai berikut:
a)             Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar.
b)             Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar.
c)             Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
d)            Sekolah progresif harus merupakan suatu laboraturium untuk melakukan reformasi pedagogis dan eksperimentasi
d.        Rekonstruksionalisme
Rekonstruksionalisme adalah suatu kelanjutan dan logis dari cara berfikir progresif dalam pendidikan. Induvidu tidak hanya belajar tentang pengalaman-pengalaman kemasyarakatan masa kini di sekolah, tetapi haruslah memplopori masyarakat ke masyarakat baru yang diinginkan. Dengan demi kian, setiap induvidu dan kelompok akan memecahkan masalah kemasyarakatan secara sendiri-sendiri sebagai akses progresivisme. Oleh karena itu, sekolah perlu mengembangkan suatu idiologi kemasyarakatan yang demokratis. Keunikan mazhab ini adalah teorinya mengenai peranan guru, yakni sebagai pimpinan dalam metode proyek yang member peranan kepada murid cukup besar dalam proses pendidikan. Namun sebagai pemimpin penelitian, guru dituntut supaya menguasai sejumlah pengetahuan dan ilmu esensial demi keterarahan pertumbuhan muridnya.

3.             Landasan Hukum
Pendidikan merupakan keharusan bagi manusia. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan hidup yang menjadi hak asasi manusia yang harus dilindungi. Setiap warga Negara (individu) mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan, oleh sebab itu, dalam penyelenggaraan pendidikan di perlukan ketentuan hokum dan peraturan oleh Negara atau pemerintah. Penyelenggaraan pendidikan harus didasarkan pada landasan hak asasi manusia sesuai undang-undang yang berlaku. Penyelenggaran pendidikan termasuk pendidik, guru, sebagai orang yang bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan perlu memahami landasan hokum penyelenggaraan pendidikan. Dengan memahami landasan hokum mereka lebih siap menerima penyesuaian-penyesuain yang perlu dilakukan dan kemungkinan dapat diadakan inovasi dalam pendidikan. Pencasila seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 merupakan kepribadian, tujuan, dan pandangan hidup bangsa Indonesia, oleh karena itu acuan yang harus menjadi dasar landasan hokum system pendidikan nasional adalah Pancasila.



4.             Landasan Moral
Agama, filsfat, sosial, danhukum adalah sebagai sumber nilai bagi induvidu dan masyarakat, perwujudannya muncul dari prilaku, perbuatan, serta tindakan manusia dalam bentuk reaksi emosional, intelektual, spiritual, social dan keterampilan terhadap lingkungannya. Tinggi rendahnya kualitas reaksi manusia terhadap lingkungannya tadi, sangat dipengaruhi oleh kadar dan bobot etika serta moral yang melekat pada diri manusia yang bersangkutan. Kualitas bobot dan kadar tersebut, tersebut terpulang pada pendidikan sebagai proses serta kegiatan yang dialami induvidu masing-masing. Dalam diri manusia sebagai peserta didik dan hasil dari proses pendidikan yang pada akhirnya yang menjadi sumber daya manusia, moral merupakan muara dari mekanisme aliran nilai-nilai agama, filsafat social, dan hukum. Oleh karena itu, lima landasan ini, agama, filsafat, social, hukum dan moral merupakan system yang terpadu, yang pada hakikatnya merupakan satu kesatuan.

5.             Landasan Sosialogis
Kegiatan penddikan meruapakan suatu proses intraksi antara dua individu ,bahakan dua generasi,yang memungkinkan generasi muda memperkembngkan diri.kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengajadi bentuk oleh masyarakat.perhatian sosialogi kegiatan pendidikan semakin intensif.dengan meningkatkan perhatian sosialogi pada kegiatan pendidikan tersebut,maka lahirlah lambing sosialogi pendidikan.
Sosialogi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses social dan pola-pola intraksi sosial di dalam system pendidikan .ruanag lingkup yang di pelajari oleh sosialogi pendidikan meliputi empat bidang :
1).    Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain
2).    Hubungan kemanusain di sekolah
3).    Pengaruh sekolah pad perilaku anggotanya
4).    Sekolah dalam komunitas ,yang mempelajari pola intraksi antar sekolah dengan kelompok  sosial lain di dalam komunitasnya.
Keempat bidang yang di pelajari tersebut sangat esensial sebagai saran untuk memahami system pendidikan dalam kaitannya dengan keseluruhan hidup masyarakat (wayan ardhana,1986:modul1/67).
Sekolah sebagai lembaga pendidikan secara histories dibentuk atau didirikan oleh dan untuk masyarakat. Guru dipilih oleh anggota masyarakat untuk mendidik dan membimbing peserta didik anak anggota masyarakat itu juga. Sebagai suatu sistem sosial sekolah mempunyai strukstur, sistem, proses dan pelaku-pelaku kegiatan serta pola-pola interaksi yang semuanya itu akan menentukan jalannya aktivitas yang dilakukan di sekolah. Sebagai suatu sistem sosial, sekolah mempunyai pola-pola interaksi seperti:
a)        Interaksi guru dengan murid, murid dengan murid, guru dengan guru, dengan staf administrasi dan pimpinan sekolah.
b)        Adanya dinamika kelompok yang terjadi didalam maupun diluar kelas. Dan
c)        Adanya struktur dan fungsi-fungsi sistem pendidikan di sekolah tersebut.

6.             Landasan Psikologis
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaanmanusia, sehingga landasan psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam pendidikan. Pada umumnya landasan psikologis dri pendidikan tersebut terutama tertuju pada pemahaman manusia, khususnya tentang proses perkembangan dan proses belajar
a.         Pengertian tentang Landasan Psikologis
Hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan, misalnya pengetahuan tentang setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara paling cepat untuk mengembangkannya. Untuk maksud itu psikologi menyediakan sejumlah informasi tenang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi.
b.        Perkembangan Peserta Didik sebagai Landasan Psikologis
Peserta didik selalu berada dalam proses perubahan, baik karena pertumbuhan maupunkarena perkembangan. Pertumbuhan terutama karena pngaruh faktor internal sebagai akibat kematangan dan proses pendewasaan, sedangkan perkembangan terutama karena pengaruh lingkungan.

7.             Landasan Ilmiah dan Teknologis
Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) mempunyai kaitan yang sangat erat. Pendidikan berperan sangat pentingdalam pewarisan dan pengembangan iptek. Setiap perkembangan iptek harus segera diakomodasi oleh pendidikan yakni dengan segera memasukkan hasil pengembangan iptek itu ke dalam isi bahan ajaran. Sebaliknya, pendidikan sangat dipengaruhi oleh sejumlah cabang-cabang iptek, utamanya ilmu-ilmu perilaku (psikologi, sosiologi, antropologi).
a.              Pengertian tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Pengetahuan (Knowledge) adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara penginderaan terhadap fakta, penalaran (rasio), intuisi dan wahyu. Pengetahuan yang memenuhi kriteria dari segi ontologis, epistomologis dan aksiologis secara konsekuen dan penuh disiplin biasa disebut ilmu atau ilmu pengetahuan (science); kata sifatnya ilmiah atau keilmuan, sedangkan ahlinya disebut ilmuwan. Dengan demikian, pengetahuan meliputi berbagai cabang ilmu (ilmu sosial/social sciences dan ilmu-ilmu alam/natural sciences), humaniora (seni, fisafat , bahasa, dsb). Oleh karena itu, istilah ilmu atau ilmu pengetahuan itu dapat bermakna kumpulan informasi, cara memperoleh informasi serta manfaat daari informasi itu.
b.              Perkembangan Iptek sebagai landasan Ilmiah.
Pengembangan dan pemanfaatan iptek pada umumnya ditempuh rangkaian kegiatan : Penelitian dasar, penelitian terapan, pengembangan teknologi dan penerapan teknologi, serta biasanya diikuti pula dengan evaluasi ethis-politis-religius.Kemampuan maupun sikap ilmiah sedini mungkin harus dikembangkan dalam diri peserta didik. Pembentukan keterampilan dansikap ilmiah sedini mungkin tersebut secara serentak akan meletakkan dasar terbentuknya masyarakat yang sadar akan iptek dan calon-calon pakar iptek kelak kemudian hari.

8.             Landasan Kultural
Saling pengaruh antara pendidikan dengan kebudayaan juga telah dikemukakan ketika membahas kaitan kebudayaan dengan pendidikan. Kebudayaan tertentu diciptakan oleh orang di masyarakat tertentu tersebut atau dihadirkan dan diambil oper oleh masyarakat tersebut dan diwariskan melalui belajar/pengalaman terhadap generasi berikutnya. Kebudayaan seperti halnya sistem sosial di masyarakat meruoakan kondisi esensial bagi perkembangan dan kehidupan orang. Proses dan isi pendidikan akan memberi bentuk kepribadian yang tumbuh dan pribadi-pribadi inilah yang akan menjadi pendukung, pewaris, dan penerus kebudayaan, secara ringkas adalah (1) kebudayaan menjadi kondisi belajar, (2) kebudayaan memiliki daya dorong, daya rangsang adanya respon-respon tertentu, (3) kebudayaan memiliki sistem ganjaran dan hukuman terhadap perilaku tertentu sejalan dengan sistem nilai yang berlaku, dan (4) adanya pengulangan pola perilaku tertentu dalam kebudayaan. Tanpa pendidikan budaya dan manakala pendidikan budaya tersebut terjadi tetapi gagal, yang kita saksikan adalah kematian atau berakhirnya suatu kebudayaan.

Kesimpulan
Untuk mencapai tujuan dari pendidikan hendakna menguasai landasan pendidikan, yknai menurut agama, filsafat, norma dan budaya. Adapun landasan tersebut yakni pendidikan harus mampu menyesuaikan kebutuhan material dan spiritualnya, pendidikan harus mampu memberikan pandangan hidup, mampu memberikan sifat penyesuaian terhadap peserta didik dan pendidik serta lingkungannya, pendidikan dilaksanakan sesuai dengan keijakan yang sudah ditetapakan oleh pemerintah, maka pendidik harus menguasai landasan hokum dari proses pendidikan  dan selanjutnya pendidkan harus mampu menanamkan moral yang baik bagi peserta didik. Dengan menguasi landasan – landasan pendidikan maka kemungkinan tercapainya tujuan pendidikan yang sebenarnya berpeluang lebih besar untuk dapat dicapai

DAFTAR PUSTAKA
Mappiare ,Andi .1982;Psikologi remaja.surabaya:Usaha nasional
Puwanto,ngalim.1984;Psikologi pendidikan.Bandung,Pt remaja Rosdakarya
Syah,Muhibbin.1995;Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru . Pt.remaja
Rosdakarya:bandung
Tirtaraharja ,umar dan sula ,la.2000;Pengantar pendidikan,Pt.rineka cipta:jakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar