LANDASAN – LANDASAN
PENDIDIKAN
Pendahuluan
Pendidikan adalah proses merubah seseorang
menuju kematangan. Pendidikan menjadikan manusia bermakna bagi dirinya sendiri,
lingkungan, masyarakat, bangsa, dan Negara. Pendidikan di Indonesia harus
bisa membawa rasa keterkaitan antara
peserta didik dan lingkungan di sekitarnya. Peserta didik diharapkan tidak
hanya mengenal lingkungannya ( alam, sosial, dan budaya ) akan tetapi
juga mau dan mampu mengembangkannya.
Guna mencapai tujuan ini maka penddidikan harus memilki landasan –
landasan dalam proses kegiatannya. Manusia adalah mahluk ciptaan tuhan yang maha
kuasa dan merupakan mahluk sosial budaya. Oleh karena itu, pendidikan
sekurang – kurangnya harus dilandasi oleh nilai agama, filsafat, moral, dan hukum.
Landasan – landasan inilah yang perlu diperhatikan oleh tenaga pendidik dan
orang – orang yang berperan dalam pendidikan.
Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis selalu bertolak dari
sejumlah landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan
asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap
perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Beberapa landasan
pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, landasan
hukum, landasan
moral, landasan sosialogi, landasan
psikologis, landasan ilmiah dan kultural. Landasan agama merupakan landasan yang memegang peranan penting dalam
menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan
mendorong pendidikan untuk menyongsong masa depan
yang lebih cerah.
1.
Landasan Agama
Berdasarkan
kepercayaan kita masing-masing manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa
untuk menjadi manusia yang biak. Allah memberikan kuasa pada manusia itu dengan
memberikan kemampuan dan potensi sebagai anugerah Tuhan yang harus dikembangkan
dalam hidupnya. Kemampuan atau potensi yang dimiliki manusia dibatasi oleh
kesempatan dan usaha serta kreativitas manusia itu proses
pengembangannya. Manusia memiliki kebebasan untuk mengembangkan dan membutuhi
kebutuhannya, akan tetapi bukan tanpa batas, karena manusia harus hidup
berdampingan dan saling berhubungan dengan manusia lainnya.
Agama
sebagai landasan pendidikan, bukan hanya berlaku pada pendidikan formal di
lembaga pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan Perguruan Tinggi
(PT), melainkan juga harus melandasi pendidikan dalam keluarga sebagai lembaga
pendidikan informal, dan dalam masyarakat atau pendidikan nonformal. Ajaran dan
nilai agama menjadi dasar atau landasan terhadap pelaksanaan proses kegiatan
pendidikan yang mencakup tujuan, materi, metode, sistem, pengelolaan, dan
pembangunan pendidikan. Dalam pendidikan harus diutamakan pemenuhan dan
pengembangan kebutuhan material dan spiritual secara seimbang, tidak sesuai
bila salah satu dikesampingkan dan satunya diutamakan. Kebutuhan jasmani dan
kebutuhan rohani harus diperhatikan, karena itu pendidikan harus dapat
mengembangkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan intelektual tinggi,
spiritual tinggi, dan kecerdasan emosional tinggi. Dengan kombinasi yang baik
dan seimbang anatara intelektual, spiritual dan kecerdasan emosional akan
menghasilkan peserta didik yang memilik
moral yang beradab. Sehingga dengan menerpakan agama sebagai landasan filosofis
dalam pendidikan maka tidak akan terjadi kejahatan, penyelewengan keributan
sampai pembubuhan.
Kedudukan
hidup dan kehidupan manusia dihadapan Tuhan Yang Maha Esa adalah sama, tidak
membedakan ras, suku, golongan, tua maupun muda, kaya ataupun miskin. Nilai ini
harus menjiwaai pelaksanaan proses kegiatan pendidikan, dimana peserta didik
adalah sama dihadapan pendidikannya, dan mendapatkan hak dan kesempatan yang
sama dalam pelayanan pendidikan bagi setiap warga Negara.
2.
Landasan filosofis
Landasan
filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat
pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: apakah
pendidikan itu, mengapa pendidikan itu di perlukan, apa yang seharusnya menjadi
tujuannya, dan sebagainya. (filsafat, falsafah). Kata filsafat
(philosophy) bersumber dari bahasa yunani, philein berarti mencintai, dan
sophos atau sophis berarti hikmah, arif, atau bijaksana. Filsafat menelaah
sesuatu secara radikal, menyeluruh, dan konseptual yang menghasilkan
konsepsi-konsepsi mengenai kehidupan dan didunia. Konsepsi-konsepsi filosofis
tentang kehidupan manusia dan dunianya pada umumnya bersumber dari dua faktor
yaitu :
a.
religi dan etika
yang bertumpu pada keyakinan.
b.
ilmu pengetahuan
yang mengandalkan penalaran. Filsafat berada diantara keduanya: kawasannya
seluas dengan religi, namun lebih dekat dengan ilmu pengetahuan karena filsafat
timbul dari keraguan dan karana mengandalkan akal manusia (redja mudyahardjo,
et.al.,1992: 126-134)
Tinjauan
filosofis tentang sesuatu, termasuk pendidikan, berarti berfikir bebas serta
merentang pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang sesuatu itu. Penggunaan
istilah filsafat dapat dalam dua pendekatan, yakni :
a.
Filsafat sebagai
kelanjutan dari berfikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh setiap orang serta
sangat bermanfaat dalam memberi makna kepada ilmu pengetahuan itu.
b.
Filsafat sebagai
kajian khusus yang formal, yang mencakup logika, epistemology (tentang benar
dan salah), etika ( tentang baik dan buruk), estetika (tentang indah dan
jelek), metafisika (tentang hakikat yang “ada”, termasuk akal itu
se3ndiri, serta social dan politik (filsafat pemerintahan). Disamping itu,
berkembang pula cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian spesifik, seperti
filsafat ilmu, filsafat hukum, filsafat pendidikan dan sebagainya (redja
mudyahardjo, et. al., 127-128; filsafat ilmu, 1981: 9-10). Landasan filosofis
terhadap pendidikan dikaji terutama melalui filsafat pendidikan, yang mengkaji
masalah sekitar pendidikan dengan sudut pandang filsafat.
Kajian-kajian
yang dilakukan oleh berbagai cabang filsafat (logika, epistemologi, etika, dan
estetika, metafisika, dan lain-lain) akan besar pengaruhnya terhadap
pendidikan, karena prinsip-prinsip dan kebenaran-kebenaran hasil kajian
tersebut pada umumnya diterapkan dalam bidang pendidikan. Peranan filsafat
dalam bidang pendidikan tersebut berkaitan dengan hasil kajian antara lain
tentang:
a.
Keberadaan dan
kedudukan manusia sebagai makhluk di dunia ini, seperti yang disimpulkan sebagai
zoon politicon, homo sapiens,animal educandum, dan sebagainya.
b.
Masyarakat dan
kebudayaannya. Keterbatasan manusia sebagai makhluk hidup yang banyak
menghadapi tantangan; dan
c.
Perlunya landasan
pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat pendidikan. (wayan
ardhana, 1986: modul 1/9). Hasil-hasil kajian filsafat tesebut, utamanya
tentang konsepsi manusia dan dunia-Nya, sangat besar pengaruhnya terhadap
pendidikan.
Berbagai
pandangan filosofis tentang manusia dan aliran dunianya yang di kemukakan oleh
berbagai aliran dalam filsafat ternyata sangat bervariasi, bahkan kadang-kadang
bertentangan . secara historis terdapat dua aliran yang saling bertentangan
yakni idealisme dan naturalism (positivisme), dengan segala variasinya
masing-masing (abu hanifah, 1950). Di samping kedua aliran tersebut, telah
berkembang pula beberapa aliran lain, sehingga tedapat aliran-aliran filsafat
materi, filsafat cita, filsafat hidup, filsafat hakikat, filsafat eksistensi,
dan filsafat ujud (beerling, 1951: 40) wayan ardhana, dan kawan-kawan (1986:
modul 1/12-18) mengemukakan bahwa aliran-aliran filsafat itu bukan hanya
mempengaruhi pendidikan, tetapi juga telah melahirkan aliran filsafat
pendidikan, seperti idealism, realism,
peranialisme, esensialisme, pragmatism dan progresivisme, dan eksistensialisme.
Naturalism
merupakan aliran filsafat yang menganggap segala kenyataan yang bias ditangkap
oleh pancaindra sebagai kebenaran yang sebenarnya. Aliran ini bias pula diberi
nama yang berbeda sesuai dengan variasi penekanan konsepsinya tentang manusia
dan dunianya, seperti: realism, sebagai contoh, menekan pada pengakuan
adanya kenyataan hakiki yang objektif, diluar manusia. Kenyatan hakiki yang
objektif itu ada secara praeksistensi yakni mendahului dan lebih utama dari
keberadaan manusia beserta kesadarannya. Contoh lain, positivism mengemukakan
bahwa kalau sesuatu itu memang ada, maka adanya itu pastilah dapat diamati dan
atau diukur, seperti diketahui, positivisme sangat mengutamakan pengukuran
dalam penelitian ilmiah. Aliran ini, dengan nama-nama yang bervariasi,
menekankan bahwa nilai-nilai bersifat absolute dan abadi yang berdasarkan
hukum alam. Oleh karena itu, pendidikan tidak lain dari usaha untuk mengajarkan
berbagai disiplin pengetahuan terpilih sebagai pembimbing kehidupan yang
terbaik, seperti sejarah, bahasa, ilmu pengetahuan alam, dan matematika.
Bertentangan
dengan aliran diatas, idialisme menegaskan bahwa hakikat kenyataan adalah ide
sebagai gagasan kejiwaan. Apa yanga dianggap kebenaran realitas hanyalah
bayangan atau refleksi dari ide sebagai kebenaran bersifat spiritual atau
mental. Ide sebagai gagasan kejiwaan itulah sebagai kebenaran atau nilai sejati
yang absolut dan abadi. Terdapat variasi pendapat beserta namanya masing-masing
dalam aliran ini seperti spiritualisme, rasionalisme, neokantianisme, dan
sebagainya. Variasi itu antara lain menekankan pada akal rasio pada
rasionalisme, atau sebaliknya pada ilham untuk irasionalisme, dan lain-lain.
Meskipun terjadi variasi pendapat tersebut, namun pada umumnya aliran ini
menekankan bahwa pendidikan merupakan kegiatan intelektual untuk membangkitkan
ide-ide yang masih laten, antara lain melalui intropeksi dan Tanya jawab. Oleh
karena itu, sebagai lembaga pendidikan, sekolah berfungsi membantu siswa
mencari dan menemukan kebenaran, keindahan, dan kehudupan yang luhur.
Paragmatisme
merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai
dari segi nilai keguanan praktis; degan kata lain, pahami ini maenaytakan yang
berfaedah itu harus benar, atau ukuran kebenaran didasarkan pada kemanfaatan
dari sesuatu itu kepada manusia (abu hanifah, 1950: 136) john dewey (dari redja
mudyahardjo, et. at., 1992: 144).
Selanjutnya
perlu dikemukakan secara ringkas empat mazhab filsafat pendidikan yang besar
pengaruhnya dalam pemikiran dan penyelenggaraan pendidikan. Keempat mazhab
filsafat pendidikan itu (redja Mudyahardjo, et, al, 1992; 144-150; wayan
ardhana, 1986: 14-18) adalah :
a.
Esensialisme.
Esensialisme
merupakan mazhab filsafat pendidikan yang menerapkan prinsip idealism dan
realisme secara eklekis. Berdasarkan eklektisisme tersebut maka esensialisme
tersebut menitikberatkan penerapan prinsip idealisme atau realiseme
dengan tidak meleburkan prinsip-prinsipnya. Filsafat idelisme memberikan dasar
tinjauan filosofis bagi mata pelajaran sejarah, sedangkan ilmu pengetahuan alam
diajarkan berdasarkan tinjauan yang realistic. Matematika yang sanagat
diutamakan idealisme, juga penting artinya bagi filsafat realism, karena
matematika adalah alat menghitung penjumlahan dari apa-apa yang riil, dan
nyata.
Dan untuk
sekolah dasar (SD) kurikulumnya berintikan ketiga keterampilan dasar (basic
skills) atau “the threer’s” yakni membaca (reading), menulis (writing) dan
berhitung (arithmatic). Besarnya pengaruh esensialisme, umpama di USA, terlihat
di kampus perguruan tinggi dengan gelar akademik serjana muda (bachelor of arts
atau BA) dalam ilmu apapun juga haruskah dikeluarkan oleh “the college of
liberal arts” yang berfungsi memberikan pelajaran yang pokok-pokok (essentials)
sesuai perkembangan ilmu pada peradaban modern. Pengembangan keterampilan
intelek itu membebaskan akal (liberalizing) karena mengkaji hal-hal yang
melampaui pengalaman pancaindra. Pendidikan yang dikembangkan pada zaman
Belanda di Indonesia didasarkan atas mazhab perenialisme ialah pihak swasta.
b.
Perenialisme
Ada
permasalahan antara perenialisme dan esensialisme, yakni keduanya membela
kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pencarian yang pokok-pokok
(subject centered). Perbedannya, ialah perenialisme menekankan keabadian teori
kehikmatan, yaitu: pengetahuan yang benar (truth), keindahan (beauty), dan kecintaan
kepada kebaikan (goodness). Oleh karena itu, dinamakan perenialisme karena
kurikulumnya berisi materi yang konstan atau perennial. Prinsip pendidikan
antara lain:
a.
Konsep pendidikan
itu bersifat abadi , karena hakikat manusia tak pernah berubah.
b.
Inti pendidikan
haruslah mengembangkan kekhususan makhluk manusia yang unik, yaitu kemampuan
berfikir.
c.
Tujuan belajar
ialah mengenal kebenaran abadi dan universal.
d.
Pendidikan
merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya.
e.
Kebenaran abadi itu
diajarkan melalui pelajaran-pelajaran dasar (basic subjects)
c.
Pragmatism
dan progresivisme
Manusia akan
mengalami perkembangan apabila berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya
berdasarkan pemikiran. Sekolah adalah salah satu lingkunagan khusus yang
merupakan sambungan dari lingkungan social yang lebih umum. Sekolah merupakan
lembaga masyarakat yang bertugas memilih dan menyederhanakan unsur kebudayaan
yang dibutuhkan oleh induvidu, belajar harus dilakukan siswa secara aktif
dengan cara memecahkan masalah. Guru harus bertindak sebagai pembimbing atau
fasilitator bagi siswa.
Progresivisme
atau gerakan pendidikan progresif mengembangkan teori pendidikan yang
mendasarkan diri pada beberapa prinsip, antara lain sdebagai berikut:
a)
Anak harus bebas
untuk dapat berkembang secara wajar.
b)
Pengalaman langsung
merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar.
c)
Guru harus menjadi
seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
d)
Sekolah progresif
harus merupakan suatu laboraturium untuk melakukan reformasi pedagogis dan
eksperimentasi
d.
Rekonstruksionalisme
Rekonstruksionalisme
adalah suatu kelanjutan dan logis dari cara berfikir progresif dalam
pendidikan. Induvidu tidak hanya belajar tentang pengalaman-pengalaman
kemasyarakatan masa kini di sekolah, tetapi haruslah memplopori masyarakat ke
masyarakat baru yang diinginkan. Dengan demi kian, setiap induvidu dan kelompok
akan memecahkan masalah kemasyarakatan secara sendiri-sendiri sebagai akses
progresivisme. Oleh karena itu, sekolah perlu mengembangkan suatu idiologi
kemasyarakatan yang demokratis. Keunikan mazhab ini adalah teorinya mengenai
peranan guru, yakni sebagai pimpinan dalam metode proyek yang member peranan
kepada murid cukup besar dalam proses pendidikan. Namun sebagai pemimpin
penelitian, guru dituntut supaya menguasai sejumlah pengetahuan dan ilmu
esensial demi keterarahan pertumbuhan muridnya.
3.
Landasan Hukum
Pendidikan
merupakan keharusan bagi manusia. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan hidup
yang menjadi hak asasi manusia yang harus dilindungi. Setiap warga Negara
(individu) mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan, oleh sebab
itu, dalam penyelenggaraan pendidikan di perlukan ketentuan hokum dan peraturan
oleh Negara atau pemerintah. Penyelenggaraan pendidikan harus didasarkan pada
landasan hak asasi manusia sesuai undang-undang yang berlaku. Penyelenggaran
pendidikan termasuk pendidik, guru, sebagai orang yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pendidikan perlu memahami landasan hokum penyelenggaraan pendidikan.
Dengan memahami landasan hokum mereka lebih siap menerima
penyesuaian-penyesuain yang perlu dilakukan dan kemungkinan dapat diadakan
inovasi dalam pendidikan. Pencasila seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD
1945 merupakan kepribadian, tujuan, dan pandangan hidup bangsa Indonesia, oleh
karena itu acuan yang harus menjadi dasar landasan hokum system pendidikan
nasional adalah Pancasila.
4.
Landasan Moral
Agama,
filsfat, sosial, danhukum adalah sebagai sumber nilai bagi induvidu dan
masyarakat, perwujudannya muncul dari prilaku, perbuatan, serta tindakan
manusia dalam bentuk reaksi emosional, intelektual, spiritual, social dan
keterampilan terhadap lingkungannya. Tinggi rendahnya kualitas reaksi manusia
terhadap lingkungannya tadi, sangat dipengaruhi oleh kadar dan bobot etika
serta moral yang melekat pada diri manusia yang bersangkutan. Kualitas bobot
dan kadar tersebut, tersebut terpulang pada pendidikan sebagai proses serta
kegiatan yang dialami induvidu masing-masing. Dalam diri manusia sebagai
peserta didik dan hasil dari proses pendidikan yang pada akhirnya yang menjadi
sumber daya manusia, moral merupakan muara dari mekanisme aliran nilai-nilai
agama, filsafat social, dan hukum. Oleh karena itu, lima landasan ini, agama,
filsafat, social, hukum dan moral merupakan system yang terpadu, yang pada
hakikatnya merupakan satu kesatuan.
5.
Landasan Sosialogis
Kegiatan penddikan
meruapakan suatu proses intraksi antara dua individu ,bahakan dua generasi,yang
memungkinkan generasi muda memperkembngkan diri.kegiatan pendidikan yang
sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengajadi bentuk oleh
masyarakat.perhatian sosialogi kegiatan pendidikan semakin intensif.dengan
meningkatkan perhatian sosialogi pada kegiatan pendidikan tersebut,maka lahirlah
lambing sosialogi pendidikan.
Sosialogi
pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses social dan pola-pola
intraksi sosial di dalam system pendidikan .ruanag lingkup yang di pelajari
oleh sosialogi pendidikan meliputi empat bidang :
1).
Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain
2).
Hubungan kemanusain di sekolah
3).
Pengaruh sekolah pad perilaku anggotanya
4).
Sekolah dalam komunitas ,yang mempelajari pola intraksi antar
sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya.
Keempat
bidang yang di pelajari tersebut sangat esensial sebagai saran untuk memahami
system pendidikan dalam kaitannya dengan keseluruhan hidup masyarakat (wayan
ardhana,1986:modul1/67).
Sekolah
sebagai lembaga pendidikan secara histories dibentuk atau didirikan oleh dan
untuk masyarakat. Guru dipilih oleh anggota masyarakat untuk mendidik dan
membimbing peserta didik anak anggota masyarakat itu juga. Sebagai suatu sistem
sosial sekolah mempunyai strukstur, sistem, proses dan pelaku-pelaku kegiatan
serta pola-pola interaksi yang semuanya itu akan menentukan jalannya aktivitas
yang dilakukan di sekolah. Sebagai suatu sistem sosial, sekolah mempunyai
pola-pola interaksi seperti:
a)
Interaksi guru
dengan murid, murid dengan murid, guru dengan guru, dengan staf administrasi
dan pimpinan sekolah.
b)
Adanya dinamika
kelompok yang terjadi didalam maupun diluar kelas. Dan
c)
Adanya struktur dan
fungsi-fungsi sistem pendidikan di sekolah tersebut.
6.
Landasan Psikologis
Pendidikan
selalu melibatkan aspek kejiwaanmanusia, sehingga landasan psikologis merupakan
salah satu landasan yang penting dalam pendidikan. Pada umumnya landasan
psikologis dri pendidikan tersebut terutama tertuju pada pemahaman manusia,
khususnya tentang proses perkembangan dan proses belajar
a.
Pengertian tentang Landasan Psikologis
Hasil
kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang
pendidikan, misalnya pengetahuan tentang setiap aspek, dan konsep tentang
cara-cara paling cepat untuk mengembangkannya. Untuk maksud itu psikologi
menyediakan sejumlah informasi tenang kehidupan pribadi manusia pada umumnya
serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi.
b.
Perkembangan Peserta Didik sebagai Landasan Psikologis
Peserta
didik selalu berada dalam proses perubahan, baik karena pertumbuhan
maupunkarena perkembangan. Pertumbuhan terutama karena pngaruh faktor internal
sebagai akibat kematangan dan proses pendewasaan, sedangkan perkembangan
terutama karena pengaruh lingkungan.
7.
Landasan Ilmiah dan
Teknologis
Pendidikan
serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) mempunyai kaitan yang sangat erat.
Pendidikan berperan sangat pentingdalam pewarisan dan pengembangan iptek.
Setiap perkembangan iptek harus segera diakomodasi oleh pendidikan yakni dengan
segera memasukkan hasil pengembangan iptek itu ke dalam isi bahan ajaran.
Sebaliknya, pendidikan sangat dipengaruhi oleh sejumlah cabang-cabang iptek,
utamanya ilmu-ilmu perilaku (psikologi, sosiologi, antropologi).
a.
Pengertian tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Pengetahuan
(Knowledge) adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara
penginderaan terhadap fakta, penalaran (rasio), intuisi dan wahyu. Pengetahuan
yang memenuhi kriteria dari segi ontologis, epistomologis dan aksiologis secara
konsekuen dan penuh disiplin biasa disebut ilmu atau ilmu pengetahuan
(science); kata sifatnya ilmiah atau keilmuan, sedangkan ahlinya disebut
ilmuwan. Dengan demikian, pengetahuan meliputi berbagai cabang ilmu (ilmu
sosial/social sciences dan ilmu-ilmu alam/natural sciences), humaniora (seni,
fisafat , bahasa, dsb). Oleh karena itu, istilah ilmu atau ilmu pengetahuan itu
dapat bermakna kumpulan informasi, cara memperoleh informasi serta manfaat
daari informasi itu.
b.
Perkembangan Iptek sebagai landasan Ilmiah.
Pengembangan
dan pemanfaatan iptek pada umumnya ditempuh rangkaian kegiatan : Penelitian
dasar, penelitian terapan, pengembangan teknologi dan penerapan teknologi,
serta biasanya diikuti pula dengan evaluasi ethis-politis-religius.Kemampuan
maupun sikap ilmiah sedini mungkin harus dikembangkan dalam diri peserta didik.
Pembentukan keterampilan dansikap ilmiah sedini mungkin tersebut secara
serentak akan meletakkan dasar terbentuknya masyarakat yang sadar akan iptek
dan calon-calon pakar iptek kelak kemudian hari.
8.
Landasan Kultural
Saling
pengaruh antara pendidikan dengan kebudayaan juga telah dikemukakan ketika
membahas kaitan kebudayaan dengan pendidikan. Kebudayaan tertentu diciptakan
oleh orang di masyarakat tertentu tersebut atau dihadirkan dan diambil oper
oleh masyarakat tersebut dan diwariskan melalui belajar/pengalaman terhadap
generasi berikutnya. Kebudayaan seperti halnya sistem sosial di masyarakat
meruoakan kondisi esensial bagi perkembangan dan kehidupan orang. Proses dan
isi pendidikan akan memberi bentuk kepribadian yang tumbuh dan pribadi-pribadi
inilah yang akan menjadi pendukung, pewaris, dan penerus kebudayaan, secara
ringkas adalah (1) kebudayaan menjadi kondisi belajar, (2) kebudayaan memiliki
daya dorong, daya rangsang adanya respon-respon tertentu, (3) kebudayaan
memiliki sistem ganjaran dan hukuman terhadap perilaku tertentu sejalan dengan
sistem nilai yang berlaku, dan (4) adanya pengulangan pola perilaku tertentu
dalam kebudayaan. Tanpa pendidikan budaya dan manakala pendidikan budaya
tersebut terjadi tetapi gagal, yang kita saksikan adalah kematian atau
berakhirnya suatu kebudayaan.
Kesimpulan
Untuk
mencapai tujuan dari pendidikan hendakna menguasai landasan pendidikan, yknai
menurut agama, filsafat, norma dan budaya. Adapun landasan tersebut yakni
pendidikan harus mampu menyesuaikan kebutuhan material dan spiritualnya,
pendidikan harus mampu memberikan pandangan hidup, mampu memberikan sifat
penyesuaian terhadap peserta didik dan pendidik serta lingkungannya, pendidikan
dilaksanakan sesuai dengan keijakan yang sudah ditetapakan oleh pemerintah,
maka pendidik harus menguasai landasan hokum dari proses pendidikan dan
selanjutnya pendidkan harus mampu menanamkan moral yang baik bagi peserta
didik. Dengan menguasi landasan – landasan pendidikan maka kemungkinan
tercapainya tujuan pendidikan yang sebenarnya berpeluang lebih besar untuk
dapat dicapai
DAFTAR PUSTAKA
Mappiare ,Andi .1982;Psikologi
remaja.surabaya:Usaha nasional
Puwanto,ngalim.1984;Psikologi
pendidikan.Bandung,Pt remaja Rosdakarya
Syah,Muhibbin.1995;Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru . Pt.remaja
Rosdakarya:bandung
Tirtaraharja ,umar dan sula
,la.2000;Pengantar pendidikan,Pt.rineka cipta:jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar