Jumat, 18 Desember 2015

KESENIAN BUAYA PUTIH


KESENIAN BUAYA PUTIH


Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi yang terdapat di Pulau Jawa menyajikan banyak sekali kegiatan kesenian yang menawarkan pesona tersendiri kepada wisatawa yang berkunjung. Diantaranya yakni, Kesenian bela diri Pencak silat, Atraksi Debus, Rudad, Umbruk, Tari Saman, Tari Topeng, Tari Cokek, Dog-dog, Palingtung, Lojor, Tarian Buaya Putih serta berbagai kesenian lainnya.
Kesenian Tradisional Buaya Putih di Kecamatan Padarincang, Serang-Banten khususnya di Kampung Curugdahu Desa Kadubeureum adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa diwilayah tersebut. Berbeda dengan dibeberapa Kecamatan yang ada di Kabupaten Serang, Kesenian Tradisional Buaya Putih di Kampung Curugdahu sampai saat ini masih terpelihara dan terjaga malah semakin banyak perkembangan. Terbukti dengan masih dilakukannya acara pertunjukan setiap bulan sekali minggu keempat dalam acara latihan yang bertempat disanggar seni. Pertunjukan tersebut biasanya dilakukan dalam acara mapag panganten (pernikahan), khitanan, peresmian gedung, penyambutan tamu, pembukaan perlombaan, ikhtifalan (lepas kenang anak sekolah) dan acara adat lainnya.
Alam Padarincang yang indah dikelilingi oleh pegunungan terbentang pesawahan yang luas dan subur dengan panorama yang sangat menawan serta memiliki udara yang nyaman dan segar. Wilayah Kecamatan Padarincang terletak ±37 KM dari Ibu kota Kabupaten Serang. Kecamatan Padarincang terdapat kawasan hutan lindung dan suaka margasatwa serta Rawa Dano yang sangat terkenal dengan keangkerannya. Kesenian Tradisional Buaya Putih sudah ada sejak tahun 70-an dan sebelumnya bernama Kesenian Buaya Mangap. Konon katanya kepalanya terbuat dari pelapah rumbia (Kiray) dalam bahasa setempat, dua pelapah tersebut disatukan dibuat menyerupai kepala buaya maka hasilnya kepala buaya atau mulut buaya itu hanya bisa menganga (mangap) dalam bahasa setempat, dengan demikian disebutlah oleh masyarakat sekitar di Kecamatan Padarincang menyebutnya buaya mangap.
Dalam pertunjukan Kesenian Tradisional Buaya Putih ini tidak bisa asal tunjuk jari untuk memainkan, dalam memainkan keseniain ini diperlukan seseorang yang memeiliki keahlian dalam seni karena selain pemain itu harus dilatih terlebih dahulu juga harus tahu nada musik yang dimainkan oleh pemusik rudat sehingga langkah demi langkah saat berjalan pun mengikuti irama rudat dan bedug besar.
Unsur-unsur yang terkandung dalam kesenian tradisional buaya putih adalah sebagai berikut:
1.                  Unsur Wawacan (bacaan)
Wawacan (bacaan) yang dibacakan dalam pertunjukan Kesenian Tradisional Buaya Putih terdiri dari pembacaan salam-salam Assalamu’alaikum dan dibacaan Salawat pembua ngarak pengantin, dan terakhir dibacakan do’a kidung sawer panganten ( pengantin ) namun, hanya beberapa wawacan (bacaan) yang sering dibacakan hal ini berkaitan dengan dua tata cara pembacaan awal dan akhir, artinya sebelum berangkat dibacakan salam-salam dan salawat dan yang terakhir setelah selesai acara dibacakan kidung sawer panganten atau pepeling ( pengingat ) oleh juru kawih.

2.                  Unsur Pemain dan Pemusik
Ada beberapa syarat untuk menjadi pemain Kesenian Tradisional Buaya Putih khususnya lengser (pemandu keseluruhan acara), seorang lengser harus mengetahui tugas keseluruhan pemain serta memberi kode-kode terhadap petugas pembaca wawacan (bacaan) kapan saat dimulai sebelum berangkat lengser sudah mempunyai kode atau aba-aba termasuk kapan mulai musik rudat dibunyikannya.
Pemain Kesenian Tradisional Buaya Putih berjumlah sekitar minimal 40 maksimal 50 orang masing-masing mempunyai tugas tersendiri, seperti : 2 orang paling depan dan dua orang paling belakang semuanya terdiri dari laki-laki yang bertubuh kekar, karena bertugas sebagai pembawa atau pemain umbul-umbul besar yang berfungsi sebagai benteng pembatas depan dan belakang Kesenian Tradisional Buaya Putih.
Urutan kedua  pada barisan kesenian tersebut berdiri seorang lengser bertugas untuk mengatur keseluruhan anggota dan saat pertunjukan sudah dimulai lengser tidak tetap disatu tempat artinya bisa kemana saja untuk mengawasi dan memberi kode (tanda) gerakan-gerakan yang lainnya.
Urutan ketiga pada barisan kesenian tersebut 2 orang boleh dari 2  putra atau dari 2 orang putri atau dari 2 orang putra dan putri bertugas membawa spanduk yang bertuliskan Kesenian Tradisional Buaya Putih.
Diurutan keempat terdiri dari 10  orang putra bertugas memainkan umbul-umbul kecil sebagai pemeriah acara saat display (atraksi).
Urutan kelima terdiri dari 8 orang sebagai pagar ayu atau penari dengan gerakan sebagai penabur bunga untuk menghormati kedua mempelai yang dianggap sebagai raja dan ratu buaya putih urutan keenam ini relitif tergantung yang punya hajat seperti jika pernikahan maka posisi disini sepasang pengantin, jika khitanan masih diposisi keenam maka seorang anak kecil sebagai pengantin sunat, dan jika penyambutan tamu, maka tamulah yang tepat posisi diurutan keenam dll, diurutan ketujuh 4 orang bertugas sebagai pemain atau penggerak buaya putih jika dalam perlombaan, tetapi kalau dalam pernikahan maka sekitar sepuluh orang yang bertugas sebagai pengangkat atau penggotong buaya, urutan kedelapan 24 orang putra sebagai pemain musik rudat urutan kesembilan 3 orang putra sebagai pemain bedug besar.

3.                  Tahapan Pertunjukan
a.        Tahapan pertunjukan
Dalam Kesenian Tradisional Buaya Putih, pembacaan yassin dilakukan pada malam hari ba’da isya sebelum keesokan harinya pertunjukan dimulai dengan bersama-sama seluruh pemain Kesenian Tradisional Buaya Putih. Setelah membaca do’a bersama, sesepuh pada kesenian tersebut membagikan air putih yang sudah disiapkan dari teko dan dituangkan kedalam gelas untuk diminum oleh para pemain. Adapun tujuan untuk meminta barokah /keselamatan kepada Allah agar keistimewaan saat pertunjukan berlangsung, maka setiap peserta atau para pemain Kesenian Tradisional Buaya Putih diwajibkan pada saat pengajian yassin dan do’a bersama hadir dan tidak ada satupun yang ketinggalan.


b.        Cara Penyajian
Seperti dijelaskan sebelumnya, pertunjukan Kesenian Tradisional Buaya Putih tidak memerlukan panggung yang khusus disediakan. Karena para pemain hanya berbaris atau berjajar dijalan, atau dihalaman. Karena kesenian ini sifatnya helaran atau seni berjalan, bergoyang atau menari serta mengerak-gerakkan buaya berjalan sambil menuju mempelai putri, jika dalam pertunjukan yang sifatnya dilombakan maka ketika didepan juri sekelompok kesenian ini mengadakan display pertunjukan (atraksi). Penyajian awal dimulai dengan musik rudat dengan jenis bunyi gembrung, bunyi gembrung ini bertanda untuk mengingatkan atau mengundang masyarakat disekitarnya bahwa dengan adanya musik gembrung dibunyikan bertanda pertunjukan atau ngarak pengantin akan segera dimulai. Namun sebelum dimulai seusai musik rudat yang berbunyi gembrung itu, maka dibacakanlah do’a yang berbunyi atau yang bernada seperti mengaji, selesai do’a tersebut dibacakan maka musik rudat pun berbunyi lagi atau dimainkan lagi dengan nada kemplong bertanda pertunjukan dimulai dan berjalan menuju mempelai putri.

4.                   Alat Musik Pengiring
Alat musik pengiring dalam pertunjukan Kesenian Tradisional Buaya Putih pada masa lalu sekitar tahun 80-an atau pun sekarang masih sama yaitu sama menggunakan alat musik rudat. Tetapi sekitar 80-an hanya 6 buah rudat saja, yakni: (pengiring) atau talingting, (sela) atau ting-ting-ting, (telu) atau dung-dung, (pongpak) atau pongpak-pongpak, (kempul) atau tung-tung-tung tanpa henti (indung) atau deg-deg-deg atau der-der-der.
Dari keenam alat musik pengiring Kesenian Tradisional Buaya Putih (rudat) semuanya bisa mengeluarkan getaran suara melalui pukulan tangan, kecuali satu alat musik yang dipukul menggunaan ranting kayu yaitu bedug besar yang biasa masyarakat Curugdahu memanggilnya indung (ibu), karena katanya (menurut hasil wawancara dengan Bapak Sadar) suaranya paling besar maka dikatakannya indung, indung yang berarti ibu, maka ibulah yang paling banyak mengayomi dalam keluarga jika dibandingkan dalam kehidupan jadi ibu sangat besar pengaruhnya, maka bedug besarpun sangat besar mewarnai bunyi musik rudat tersebut.

5.                  Busana
Busana yang dipakai dalam pertunjukan Kesenian Tradisional Buaya Putih sangat bervariasi, seperti : untuk pemain rudat selalu memakai baju koko lengkap dengan celananya, dilengkapi dengan selendang sarung yang dilipat serta memakai peci hitam tetapi kalau untuk warna tidak monoton artinya selalu berganti-ganti warna tentunya yang sudah disediakan oleh pimpinan sanggar (saat ini) untuk pemain atau penggerak buaya masih sama baju koko masih lengkap dengan celana (kampret) hanya dilengkapi dengan ikat pinggang dan ikat kepala, pakaian untuk menari model baju kebaya memakai jilbab dan dihiasi dengan selendang yang dipasang di pinggang serta digunakan untuk menari.

6.                   Simbol
Simbol dalam Kesenian Tradisional Buaya Putih setiap akan tampil selalu membuat kerangka buaya yang terbuat dari kayu (untuk kepalanya) satu batang bambu yang ukurannya sesuai dengan yang dibutuhkan untuk dijadikan untuk dijadikan tulang punggung (tulang rusuk) sampai keekor buaya membentuk badan buaya masih terbuat dari bambu dan daun kelapa muda yang masih menguning (janur kuning) dipasang mengelilingi perut buaya hingga ekor, di leher buaya dipasang kalung yang terbuat dari daun sirih berikut batangnya, buah pinang yang sudah menguning (matang), dan ijuk. Simbol ini maksudnya, kerangka buaya digunakan untuk membawa barang-barang yang akan diberikan atau dibawa ke pihak mempelai putri dan ukurannya menunjukan simbol status keluarga pihak mempelai putra daun sirih untuk dimanfaatkan sebagai obat bau badan dan jamu serta dipakai nginang oleh kaum ibu-ibu yang merasa lelah jikalau sedang ikut masak dirumah mempelai putri, dan batang sirih dimanfaatkan untuk ditanam disamping rumah sebagai simbol tanda perkawinan hari, bulan, dan tahun begitu pula dengan buah pinang (jebug) digunakan untuk jamu tentunya oleh kaum wanita karena konon hasiatnya menjaga kewanitaan serta untuk ditanam di samping rumah sebagai simbol hari, bulan dan tahun perkawinan juga, adapun ijuk yang sama di pasang dileher buaya akan dimanfaatkan oleh pihak mempelai putri sebagai tambang untuk pengikat dan sebagai sapu untuk membersihkan rumah. Tambang dalam perkawinan diartikan untuk mengikat kekeluargaan dan berumah tangga dan sapu diartikan jika dalam rumah tangga ada masalah maka dibersihkan bersama-sama untuk menghilangkan kesalahpahaman, semoga dengan disapu bersama dalam perkawinan bersih dari cobaan dan jika ada berusaha saling memahami kelemahan diantara mempelai putra dan putri.









1 komentar:

  1. Best slot machines with blackjack, no deposit bonus - JamBase
    With blackjack and 경상남도 출장샵 other games 안양 출장샵 with a chance 영천 출장마사지 to win big! We have prepared two-night slot machine review, and we 구리 출장안마 rate the 삼척 출장안마 best of the

    BalasHapus